Monday, March 24, 2014

Menggunakan Linux, FOSS, dan Tantangannya

Saat menulis artikel ini, penulis merasakan betapa asingnya menjadi pengguna Linux di kampus dimana didominasi oleh pengguna Windows walau diyakini hanya sekian persen saja yang terbilang original. Di sisi yang lain, setidaknya walau mungkin saya lah yang benar - benar menggunakan single boot menggunakan Linux, saya dapat mengenalkan kepada mahasiswa umumnya tentang mudahnya menggunakan Linux sekaligus berbagai aplikasi di dalamnya yang tergolong sebagai software open source. 

Mengayomi pendidikan ilmu komputer di kampus yang didominasi oleh kaum pekerja atau karyawan tentu juga sangat berbeda nuansanya ketika menjadi mahasiswa reguler dimana yang katanya lebih banyak waktu. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu kendala utama, untuk menghidupkan kampus terutama kaitannya dengan pembahasan seluk beluk software open source.



Dalam pandangan saya juga, apakah pantas saya salahkan Dosen dimana beliau juga adalah seorang guru, seorang yang menuntun mahasiswanya agar mempunyai pola fikir ilmiyah dan logis namun kenyataannya ada hal sepele seperti penggunaan software open source saja tidak ada perhatian sama sekali dan bahkan tidak jarang juga saya mendengar dari para beliau "Software open source mempunyai keterbatasan fitur" dan bahkan sentilan yang lebih panas lagi "Software open source tidak dikembangkan secara konsisten, karena konsepnya yang open source jadi terserah pengembangnya untuk suka - suka bagaimana membuat suatu sistem atau aplikasi".

Akan tetapi di dalam hiruk pikuknya keadaan demikian beberapa hal yang mengejutkan adalah datang dari beberapa mahasiswa yang melontarkan pujian bahwa Distribusi atau Distro Linux yang saya pakai sangat bagus baik dari segi grafik serta efek 3D nya bahkan ada yang bilang mirip Apple (Mac OS). Kemudian saya menjelaskan sedikit dan saya pun membuka dialog tanya jawab tentang Linux yang kemudian berujung saya bagi semua handbook tentang Linux kepada beberapa mahasiswa yang banyak tanya tentangnya. 

Dari kejadian tersebut, saya mencoba berdalih tentang kesiapan bagi siapa pun untuk beralih ke software open source termasuk menggunakan sistem operasi Linux, ada beberapa kendala yang mesti dipahami dan sekaligus sebagai tantangannya ;
  1. Environment OS yang berbeda
  2. Aplikasi yang berbeda
  3. Lingkungan yang tidak mendukung



1. Environment OS yang berbeda

Menggunakan Windows dengan Linux tentu sangat berbeda lingkungannya dari cara instal aplikasi, penamaan devices, sampai pada FHS atau Filesystem Hierarchy Standard. Di Windows kita mengenal dengan penamaan dan alokasi storage device yang biasa dinotasikan dengan abjad seperti partisi C, D, E dan lain sebagainya. Di Linux kita akan dibawa kepada hal yang baru, yaitu tidak akan menemui penamaan storage device seperti yang ada pada Windows. "everythings is files" ini yang bisa dipahami sebagai konsep di Linux yaitu semua dianggap sebagai file termasuk juga dengan storage device. Sehingga kita akan bertemu dengan pemetaan storage device dengan /dev/hdd(x), /dev/sda(x), /dev/sdb(x) dan lain sebagainya. Huruf x merupakan penomoran partisi pada device tersebut.



Persis dengan sistem operasi yang lainnya dimana terdapat manajemen user, di Linux pun demikian bahkan lebih rapih dimana setiap user memiliki direktori Home yang berbeda dan masing - masing user tidak bisa mengakses folder Home user lain. Tidak hanya itu, di Linux pun kita akan menemui perlakuan file atau tepatnya hak akses file yang akan mengenalkan kita bagaimana mengelola file sebagai hanya membaca saja (read atau dengan simbol r), menulis saja (write atau dengan simbol w), dan hanya mengeksekusi file tersebut sebagai executable file (execute atau dengan simbol x) atau kombinasi dari ketiga - tiganya. Namun hal tersebut bisa kita abaikan, jika keinginan kita memakai Linux hanya sekedar pemakai biasa saja bukan sebagai administrator.

Kendala lingkungan berbeda ini bisa teratasi jika kita memakai secara kontinue atau terus menerus. "bisa karena biasa" itu yang mesti kita pegang sebagai tongkat untuk tetap menggunakan software open source termasuk Linux.

Rujukan bacaan :


2. Aplikasi yang berbeda

Beda sistem operasi beda juga aplikasi yang ada di dalamnya, hal ini berlaku juga untuk sistem operasi Linux. Namun pada intinya aplikasi - aplikasi tersebut mempunyai cara kerja dan hasil yang sama. Yang membedakan hanyalah sedikit pada lingkungannya sehingga dibutuhkan beberapa keuletan dalam pemakaiannya. Sebagai contoh, ketika di Windows saya cukup familiar menggunakan Microsoft Office namun ketika saya bermigrasi ke sistem operasi Linux saya pun harus melakukan sedikit beradaptasi menggunakan aplikasi sejenis yaitu Libre Office. Apa lagi saya juga harus berhadapan dengan lingkungan Equation Editor-nya Libre Office atau di paket aplikasi tersebut bernama Libre Office Formula yang cukup sangat berbeda terutama dalam pengelolaan rumus - rumus. 

Cara pandang masing - masing pengguna mungkin hampir sama terhadap aplikasi pada sistem operasi yang berbeda yaitu "apakah ada aplikasi yang sama pada sistem operasi A dengan sistem operasi B". Pertanyaan tersebut sering sekali dilontarkan oleh pengguna baru di dunia Linux. Untuk mempersenjatai pertanyaan tersebut, saya sering kali menjawab "ada". Kalau pun saya kesulitan bagaimana menjawabnya, setidaknya saya bisa menuntunnya untuk membuka browser kemudian dengan menggunakan salah satu mesin pencari (misal Google) kemudian ketik kalimat ini " similar software in linux" atau jika dibahasa indonesiakan menjadi "software sejenis di linux". Namun jika belum puas dengan mesin pencari, saya sarankan untuk membuka website seperti alternativeto yang bisa dijumpai pada url http://alternativeto.net/ atau osalt yang bisa dibuka pada url http://www.osalt.com/‎ . Di sana terdapat berbagai macam aplikasi sejenis, baik yang masih berstatus dikembangkan atau yang tidak dikembangkan lagi. OSALT (Open source Alternative) merupakan situs website penyedia informasi software open source sebagai alternatif dari software berbayar.

Rujukan bacaan :




3. Lingkungan yang tidak mendukung

Sangat dimaklumi Windows merupakan sistem operasi yang lebih dahulu dikenal oleh masyarakat, sedangkan Linux khususnya di Indonesia dikenal sebagai sistem operasi yang masih relatif baru. Oleh karena itu Linux cukup kurang dikenal di masyarakat khususnya yang tidak bergelut di bidang IT. Untuk menggunakan Linux, sebagai pengguna baru tentu akan timbul banyak pertanyaan mendasar. Jika tidak ada pengguna yang sama di lingkungannya, maka tidak mungkin akan kembali menggunakan sistem operasi sebelumnya. Oleh karena itu, untuk mensiasati masalah ini pengguna bisa menggunakan forum - forum di internet untuk bertanya jawab dengan pengguna lain. Ini hanya catatan jika "tersedia koneksi internet". 

Untuk level mahasiswa, tidak semua kampus mendukung atau tersedia informasi yang berkaitan dengan topik pembicaraan Linux. Lagi pula, saat ini masih sangat sedikit yang tertarik untuk menggunakan Linux sebagai kebutuhan komputer sehari - hari. Hal ini bisa saja disebabkan memang di kampus bersangkutan lebih banyak memuat materi yang mengharuskan menggunakan sistem operasi Windows. Sehingga mau tidak mau menggunakan Linux sama saja persis harus berhadapan dengan sebuah monster. Untuk mensiasati keadaan demikian, saya mempunyai pengalaman. Saat itu ada materi SQL Server (database khusus sistem operasi Windows), sedangkan di komputer saya sudah terinstal Linux sebagai sistem operasi tunggal. Sempat saya merasakan frustasi dengan keadaan demikian yang membuat saya berfikir untuk kembali dual boot. Akan tetapi saya berusaha mencari solusi yang tepat bagaimana untuk keluar dari masalah ini. Akhirnya saya terpaksa menggunakan Windows di mesin virtual saya, yang memang pada saat itu sudah terinstal sebelumnya. Spesifikasi hardware di komputer saya terbilang sedang yaitu RAM dengan ukuran 1 GB dan processor intel dual core. Untuk menaikan performa, akhirnya saya menambahkan RAM 1 GB lagi sehingga jumlah total RAM sekarang 2 GB.
Ini hanya sebagian contoh kecil, dan mungkin masih banyak yang lebih dahsyat yang pernah dialami pengguna Linux di negri ini bahkan di seluruh dunia.

Rujukan bacaan :




Implementasi IGOS atau Indonesia Go Open Source terasa cukup mengambang saat ini, padahal sebelumnya telah disepakati oleh lima menteri sebagai deklarasi bersama (baca http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia,_Go_Open_Source ). Saya tidak tahu pasti mengenai kendala hal ini, apakah memang karena pengaruh iklim politik sehingga berimbas pada kebijaksanaan pemerintah terhadap berbagai program atau mungkin ada penyebab lainnya. Tapi sebagai bentuk kesadaran bahwa menggunakan Linux adalah sebagai suatu alternatif menggunakan sistem operasi yang legal, lagian menggunakan Linux lebih aman bukan dari bahaya sistem yang crash maupun virus?. 

Di akhir tulisan ini, saya ingin mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat yang menggunakan perangkat komputer di dalam aktifitasnya. Bahwa ada kabar baru, ada informasi baru yaitu sistem operasi alternatif pengganti Windows yaitu Linux. Dan bagi yang telah terbiasa menggunakannya, mulailah dikenalkan mulai dari keluarga, teman dekat hingga akhirnya bisa dikenal oleh masyarakat luas.

Menggunakan Linux saat ini tentu ada tantangannya, tapi sekali lagi pasti ada pembelajaran yang baik yang diperoleh darinya. Dan pasti masih banyak solusi untuk menjawab semua itu. 

Semangat kawanku... semangat open source :)

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung, apabila ada yang perlu dipertanyakan silahkan tinggalkan komentar.